Kalau aku masuk rumah mu, yang pertama kali aku lihat adalah potret ibumu.Ya, dalam sebuah figura sederhana di dinding tembok yang entah sudah berapa tebal ditempeli debu. Aku bayangkan dari bibirnya yang merah meluncur dongeng kancil yang cerdik atau nabi Sulaiman yang bijaksana, matanya memberikan cahaya bagi anaknya yang kemalaman di tengah belantara, tangannya mengatur hiasan di bupet dan selalu menyiapkan makanan.
Tepat dua minggu yang lalu hati ini ramai dengan keberadaan dia disampingku, hari hari berasa sangat indah sampai aku harus menyusun waktu hanya sekedar bertanya kemana aku hari ini. Semua berasa seperti mimpi disaat hubungan kita yang terbiasa dengan jarak jauh kini menjadi bisa saling mengisi tiap harinya. Tepat di hari yang sudah kita tentukan untuk kita melangkah ke tahap yang lebih serius. Waktu satu minggu hanya aku habiskan untuk menyiapkan apa yang harus disiapkan, tak terasa disaat itu telah berlalu. Saat ini hanya bisa mengenang bagaimana keindahan empat belas hari bersama, tanpa luka, saling mengisi dan saling berbagi. Terimakasih mas atas waktu tenaga dan pikiran yang sudah dikorbankan untuk hubungan ini, terimakasih sudah menjadi orang yang akan mendidik ku, mengajarkan ku, dan mengisi hari hari ku selanjutnya. Air mata ini sulit sekali untuk melepaskanmu kembali, tapi aku lebih memilih diam dan tertawa dihadapanmu walaupun kamu tidak menyukai aku tertawa.
Komentar
Posting Komentar